Ajari Anak Anak Dengan Menerapkan Kaki Dulu, Baru Mulut
Dulu waktu belum
tahu cara dan ilmunya, saya pernah memanggil Qairina yang sedang bermain di
rumah tetangga depan rumah dengan cara berteriak - teriak dari pintu depan.
Beberapa kali saya memanggilnya dia gak pulang - pulang. Bahkan menjawab
panggilan saya pun tidak ada tanggapan.
Mendengar dan
melihat apa yang saya lakukan, suami saya menegur.
Bukan begitu cara
memanggil anak biar pulang dari bermainnya, mamah.
Lalu dia
menyontohkan sendiri bagaimana seharusnya saya memanggil Qairina yang lagi
asyik main dan membujuknya pulang untuk makan siang.
Yang suami saya
lakukan adalah keluar rumah menuju ke rumah tetangga. Lalu dia mengobrol dan
ikut bermain sejenak dengan anak - anak. Setelah dirasa cukup, dia mengajak
Qairina pulang dengan ajakan yang menyenangkan sambil berpamitan pada teman - teman
mainnya. Ajaib.! Qairina nurut diajak pulang.
Setelah Qairina
makan dan lalu tidur, suami menasihati. Katanya memanggil dengan cara berteriak
- teriak itu tidak sopan, juga tidak efektif.
Belakangan saya baru
menyadari bahwa di keluarga suami memang hampir tidak pernah terdengar orangtua
berteriak ke anaknya. Kalo mau memanggil, mamah mertua selalu mendekati anaknya
dulu, baru mengutarakan apa yang ingin dikatakan.
Saya juga baru
menyadari cara suami berkomunikasi. Dia pun hampir tidak pernah berteriak saat
memanggil saya. Dia selalu menghampiri saya dulu, baru meminta tolong atau
mengatakan sesuatu.
Di buku parenting
Abah Ihsan, Yuk Jadi Orangtua Shalih sebelum meminta anak Shalih, di bagian
komunikasi efektif dengan anak, saya menemukan sedikit bahasan ini.
Kaki dulu, baru
mulut.
Wah apa ini.? Saya
penasaran apa maksudnya.
Di buku itu, Abah
Ihsan mengajarkan alih - alih berteriak,
Doni... udah dong mainnya.
Sekarang waktunya makan.
Atau menyuruh - nyuruh,
memerintah seenaknya, beliau menyarankan orang tua untuk BERJALAN mendekati
anaknya dulu, bergabung bermain bersamanya sebentar, lalu setelah ada
kesempatan baru MENGUTARAKAN keinginan atau bantuan yang ingin didapat dari
sang anak.
Saat membaca ulasan
tentang ini di buku parenting Abah Ihsan, serta merta saya teringat oleh apa
yang biasa suami saya contohkan ke saya dan Qairina. Juga ingat saat saya biasa
berteriak untuk memanggil Qairina. Kedua cara itu memang menghasilkan hasil yang
berbeda. Berteriak, menyuruh, atau mengomel - ngomel itu tidak efektif.
Ini udah saya alami
berkali - kali. Misalnya, saat saya sekadar menyuruh Qairina membereskan
mainan, dia tidak menurut. Tapi saat saya ikut bermain bersamanya, lalu saya
mengajaknya membereskan mainan bersama - sama dia akan dengan senang hati
melakukannya.
Kaki dulu, baru
mulut.
Ini menjadi satu hal
yang saya ingat betul sekarang ini. Dekati dulu anak kita, kalo dia sedang
bermain ikut lah bermain dulu, kalo dia lagi belajar / baca buku, mengobrol
atau berdiskusi lah dulu. Baru setelah itu meminta anak makan, tidur, atau hal
lain.
Ini juga ternyata
bisa bangeet diterapkan ke suami / istri. Saat istri lagi butuh bantuan suami
sementara suami lagi asyik main gadget atau nonton tv misalnya, dekati dulu
sang suami, pijit - pijit sebentar, atau cium pipinya, baru utarakan mau minta
tolong apa.
Saat suami minta
tolong atau minta dimasakin sesuatu, dekati dulu sang istri, peluk dari
belakang, cium pipinya, baru minta tolong. Atau kalo merasa itu terlalu lebay
(soalnya yang nulis suka yang romantis - romantis), ya minimal dekati dulu
istri / suaminya, senyumin, bicara yang lembut, baru minta tolong.
Keluarga itu adalah
tempat pertama - tama anak belajar adab dan kasih sayang. Maka, mari berilah
sebaik - baik keteladan mulai dari menjaga komunikasi yang efektif yang penuh
cinta.
Ingat yaa, pak, bu,
kaki dulu, baru mulut.
Mari sebarluaskan
agar saudara – saudara atau teman teman kita juga ikut tahu cara dan ilmu
mengajari anak – anak tercinta.
Posting Komentar untuk "Ajari Anak Anak Dengan Menerapkan Kaki Dulu, Baru Mulut"
Silahkan tinggalkan komentar agar kami lebih baik.